Jumat, 11 Oktober 2013

Yan Bodoh

Frans W. Hebi : Naraasumber Tetap Acara Bengkel Bahasa Radio Max FM Waingapu
Ibu itu sudah lama menjanda. Dia hidup bersama anaknya yang hanya seorang. Karena dia begitu bodoh, teman-teman memanggilnya Yan Bodoh. Dia pun menerima panggilan itu tanpa komentar. Ibunya juga seringkali memanggilnya Yan Bodoh terutama kalau sedang marah ketika Yan membuat kesalahan fatal. “Kau ini bodoh sekali Yan” Begitu ucapan sering terlontar.

Ketika Yan Bodoh menanjak dewasa ibu memberi nasihat kepada Yan, buah hatinya. “Yan, kalau engkau ingin mencari jodoh, jangan yang bulu matanya lentik, lengkung ke atas. Itu tandanya perempuan nakal, sulit dipercaya, suka selingkuh”

“Jadi maunya ibu?” Tanya Yan.

“Cari yang bulu matanya merunduk ke bawah. Itu perempuan yang sopan, taat, tidak mata keranjang”

Semalam-malaman Yan Bodoh tidak bisa tidur lantaran memikirkan sosok perempuan yang dikehendaki ibu. Sekarang saya sudah tahu, katanya sama sendiri setelah lama merenung.

Sejak saat itu tiap hari Yan Bodoh nongkrong di pinggir jalan umum sepertinya mau menunggu seseorang. Tiba-tiba muncul rombongan yang mengusung mayat.

“Apa itu?”   Tanya Yan Bodoh. “Orang mati” Jawab salah seorang dari rombongan. “Boleh saya lihat?” “Tolong buka bungkusnya”

Orang-orang itu membuka bungkusan mayat. Yan Bodoh mengamat-amati orang mati itu. Ternyata perempuan. Inilah kiranya yang ibu maksudkan. Pikirnya dalam hati melihat bulu mata orang mati itu rebah.

“Saya beli orang mati ini, boleh?” Rombongan setuju dari pada repot mengusung mayat ke tempat penguburan yang cukup jauh.

Setelah tawar-menawar harga, Yan Bodoh memberikan sejumlah uang yang diminta. Dengan susah payah Yan Bodoh memikuk mayat itu pulang ke rumah. Ketika itu ibu sedang keluar. Mayat langsung dibawa ke kamar setelah membuka kain pembungkus seraya membaringkannya di tempat tidur.

“Kau cantik sekali sayang, saya tidak salah pilih” Kata Yan Bodoh kepada orang mati. “Kaulah sosok yang dimaksud ibu. Jujur, setia, taat, tidak  mata keranjang. Ayo, bicaralah dengan saya. Coba senyum.... Eh... tidak mau dia, terlalu sopan barangkali”

Sementara Yan Bodoh asyik bicara sendiri ibu masuk rumah. Terasa bau yang menusuk. Mendengar suara orang berbicara di dalam kamar, ibu jadi curiga.

“Yan, kau bicara dengan siapa?”

“Dengan siapa lagi kalau bukan isteri, yang ibu suruh cari. Ini orangnya, terlalu pemalu dia ibu, tidak suka ngomong”

Ibu bergegas masuk kamar dan terlihatlah sesuatu yang mengerikan.

“Aduh Yan, ini orang mati. Kau tidak mencium bau yang menusuk? Kau memang bodoh sekali”

“Jadi orang mati bau, ya ibu?”

“Ya, besok bersama ibu. Kita mencari isteri yang pantas buat kau. Sekarang kuburkan mayat ini”

Yan Bodoh menggali kubur di belakang rumah dan menguburkan mayat itu.

Pagi-pagi sekali ibu sudah menyiapkan sarapan. Rencana bersama Yan Bodoh akan ke rumah sahabat yang punya anak gadis cantik. Tempatnya jauh. Dia akan melamar gadis itu yang menurutnya sangat pantas jadi isteri Yan Bodoh. Sehabis sarapan ibu mengajak Yan Bodoh. Mereka jalan beriringan. Ibu di depan Yan Bodoh di belakang.

Di tengah jalan ibu yang malang ini membuang angin alias kentut. Maka tercium oleh Yan Bodoh dari belakang. “Wah sial, ibu mati lagi padahal mau cari isteri” Kata Yan Bodoh seketika. “Ibu mati, kan?” “Tidak, saya masih hidup” “Ibu bohong, ini saya cium bau busuk seperti orang mati itu”

Yan Bodoh menangkap dan mengikat ibunya. Walau pun ibu berteriak mengatakan masih hidup Yan Bodoh tidak menghiraukan. Dengan parang di  pinggang dia membuat penggali lalu menguburkan ibunya hidup-hidup.

Dasar bodoh tanpa penyesalan sedikit pun dia melanjutkan perjalanan. Seorang diri. Tidak berapa lama dia juga kentut. Begitu tercium bau busuk dia berhenti. “Ternyata saya juga mati” Katanya sama sendiri. Dia menggali kubur setinggi badannya. Dia masuk ke dalam lubang dalam posisi berdiri. Lubang ditutup sebatas leher sehingga kepalanya berada diatas lubang. Kuburan itu hanya beberapa meter dari jalan.

Tengah malam Yan Bodoh melihat ada bayangan orang lewat. “Siapa kamu?” “Siapa juga kau?”  Keenam pencuri itu bertanya balik.

“Yan Bodoh, tapi sudah mati”

“Mati, kok bicara?”

“Tidak percaya mari lihat saya di kubur”

Keenam pencuri mendekati tempat suara dan mereka kaget melihat kepala manusia di atas kubur sedangkan badannya terkubur.

“Yan, kau bodoh sekali, kau masih hidup” Kata mereka lalu ramai-ramai mengeluarkan dia dari dalam kubur.

“Sekarang ikut kami” Ajak keenam pencuri. “Ke mana?” Tanya Yan Bodoh. “Malam ini kita berencana mencuri mas di suatu kampung yang terkenal banyak mas”

“Mas itu seperti apa?”

“Sttt... jangan banyak tanya, kita buru waktu. Pokoknya merah seperti nyala api”

Tiba di kampung yang mereka tuju. Semua penghuni sudah tidur. Kecuali di salah satu rumah masih ada pelita yang menyala. Yan Bodoh berteriak. “Itu mas saya punya. Saya yang lebih dulu lihat” Walau pun kawan-kawan melarang, Yan Bodoh tambah berteriak. Dia masuk rumah dan menyergap pelita yang sedang menyala. Tuan rumah bangun dan berteriak pencuri... pencuri. Seluruh isi kampung bangun dan mengejar mereka, tapi mereka lebih cepat sehingga penghuni kampung itu kehilangan jejak lalu kembali ke rumah.

Ketika sudah merasa sepi para pencuri keluar dari tempat persembunyian seraya memanggil-manggil Yan Bodoh. Yan Bodoh datang. Kawan-kawan marah. “Kau paling bodoh Yan, itu pelita yang menyala yang kau bilang mas” Kata salah seorang dari mereka. “Lebih baik malam ini kita rubah rencana. Kita curi kambing. Saya tahu kampung yang punya banyak kambing” Usul salah seorang.

“Kambing itu apa?” Lagi-lagi Yan Bodoh bertanya.

“Yang ada tanduk, goblok” Jawab mereka lalu pergi.

Tiba di kampung yang punya kambing banyak mereka membuka pintu kandang dan masuk. Kambing-kambing melompat ketakutan. Yan Bodoh melihat seekorkambing jantan yang paling besar. “Hore...hore.... itu kambing yang paling besar saya punya” Teriak Yan Bodoh. “Jangan ribut!” Bentak kawan-kawan.

Yan keluar kandang malahan masuk rumah pemilik kambing. “Halo tuan rumah.... Bangun... bangun dulu” Tuan rumah bangun. “Ada apa?” “Minta tali” “Untuk apa?” “Mau ikat kambingngng.....” “Di mana?” Tanya pemilik kambing mulai curiga. “Di kandang sini”

Tuan rumah berteriak membangunkan seluruh isi kampung dan mengejar para pencuri. Yan Bodoh lebih cepat mendahului kawan-kawannya. Begitu dia menemukan sebuah lubang sedalam dua meter dia terjun dan tidur. Pencuri yang lain juga ikut terjun dan tidur.

Pemilik kambing dan para tetangga membuntuti mereka. “Rupanya mereka berhenti di sini tadi” Kata salah seorang. “Benar, ini pencurinya” Sambung yang lain. Tombak yang mereka bawa ditancapkan pada orang pertama yang paling atas. Darah mengalir dan membasahi Yan Bodoh yang paling bawah.

“Siapa yang kencing, ayo mengaku” Tanya Yan Bodoh sambil merontak. Tombak ditancap pada orang kedua, ketiga, sehingga darah semakin banyak mengalir.

“Siapa yang kurang ajar kencing terus sama saya, awas kau sebentar” Teriak Yan Bodoh. Walaupun orang terdekat yang menindis dia berusaha menutup mulutnya  supaya jangan berteriak, malahan Yan Bodoh semakin meradang dan mengomel.

Dan tombak terakhir pun menancap tubuh Yan Bodoh dan berakhir pula keributan di dalam lubang itu. Kini berat persangkaan pemilik kambing bahwa para pencuri itu sudah konyol.

“Orang terakhir yang kita tikam itu paling bodoh” Kata salah seorang. “Kalau saja dia tidak ribut-ribut mungkin hanya dua-tiga orang yang kita bunuh, yang lain luput termasuk dia” Sambungnya. Mereka pun kembali ke rumah dengan perasaan lega.( Diceritakan kembali oleh : Frans W. Hebi : Tulisan ini sudah pernah di bawakan di Acara Bengkel Bahasa Max FM )
 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar